JOMBANG, ArtiNews - Sebagai putera dari seorang petani tebu, Ir H Bambang Supriyanto MM saat lulus dari SMPP (Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan) pada tahun 1982, meyakinkan niatnya untuk meneruskan profesi sang ayah, H Karmidjan Boediono. Dengan bekal pengetahuan dan pengalaman yang diajarkan secara langsung oleh sang ayah, ia pun menjatuhkan pilihannya untuk menempuh studi di Fakultas Pertanian Universitas 11 Maret Surakarta.
"Sejak duduk di bangku SD, saya sudah diperkenalkan dengan dunia pertanian tebu oleh orang tua saya. Saat itu, saya masih disuruh membagikan konsumsi ke penebang setiap minggunya. Menginjak SMP, saya mulai membantu orang tua, mulai dari mengecek tebu tanaman hingga tebu yang masuk. Setelah itu, saat saya SMA, baru mengurusi keuangan," cerita Ir H Bambang Supriyanto MM, Kepala Tanaman PG Tjoekir kepada ARTI.
Menempuh studi selama 5 tahun (1982-1985) di Fakultas Pertanian Universitas 11 Maret Surakarta tersebut, seolah cukup dijadikan modal untuk mengembangkan pertanian tebu milik orang tuanya yang saat itu dipercayakan kepada dirinya. Disitulah, teori yang didapatnya dibangku kuliah, diejawantahkan secara riil di lapangan. Alhasil, melalui racikannya, perkebunan tebu yang ia kelola mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Perannya sebagai petani tebu di sawah tidak berlangung lama. Pasalnya, tahun 1989, Bambang Supriyanto masuk dan menjadi pegawai PTP, dengan karir awal menjadi PTRI di PG Mojopanggoong. "Sawah masih tetap dikerjakan bersama dengan saudara-saudara. Dan saat ini dikelola keponakan atau generasi ketiga H Karmidjan," papar anak bungsu dari 6 bersaudara ini.
Dua tahun kemudian, yakni tahun 1991, ia diangkat menjadi SKW di PG tersebut, dengan masa yang cukup lama, yakni hingga tahun 2004. Di posisi SKW itu, Bambang Supriyanto, mengenal begitu banyak seluk beluk pabrik gula dan petani sebagai pemasok tebu yang berada di wilayahnya.
"Setidaknya hubungan antara petani dan PG harus terus dijaga, demi kesinambungan industri. Pabrik membutuhkan petani, petani juga membutuhkan pabrik. Tapi pejabat pabrik selalu berganti. Karenanya, yang perlu digaris bawahi adalah hubungan dan tata caranya yang harus dijaga," ujarnya.
Dari etos kerjanya yang terbilang tinggi, rotasi jabatan juga dialami Bambang Supriyanto, setelah ia lulus dari studi pascasarjana (S2) bidang studi managemen pada tahun 2003 di Uniska. Tahun 2005, ia menjabat SKK Rayon di PG Toelangan. Kepala Quality Control di PG Lestari selama 6 bulan (Februari hingga Agustus 2011). Hingga ia berlabuh menjabat Kepala Tanaman di PG Tjoekir.
Pria berusia 47 tahun ini memaparkan, program awal sejak jabatan ini disandangnya adalah melakukan intensifikasi tanaman, dan mengembangkan luas areal tebu. "Tanaman petani, sebagian besar adalah tebu keprasan. Bisa mencapai 80% dari tanaman tebu di wilayah PG Tjoekir. Tanaman keprasan tersebut selama ini belum dikerjakan dengan baik dan benar, seperti tidak adanya pedot oyot, sulaman tidak lengkap dan pupuknya dengan tetes. Ini yang harus dibenahi terlebih dulu. Disamping itu, tanaman yang harus ditanam petani harus menggunakan varietas unggul. Jika panennya nanti memuaskan, kan yang untung juga petani," ujarnya.
Untuk mendukung program swasembada gula 2014, ia bertekad, sesegera mungkin melakukan perluasan areal tanaman. "Untuk pengembangan luas areal tanam, harus secepatnya. Tidak perlu menunggu dan menunggu. Ini juga menjadi program kami yang mendesak," jawabnya. (lex/rief)
"Sejak duduk di bangku SD, saya sudah diperkenalkan dengan dunia pertanian tebu oleh orang tua saya. Saat itu, saya masih disuruh membagikan konsumsi ke penebang setiap minggunya. Menginjak SMP, saya mulai membantu orang tua, mulai dari mengecek tebu tanaman hingga tebu yang masuk. Setelah itu, saat saya SMA, baru mengurusi keuangan," cerita Ir H Bambang Supriyanto MM, Kepala Tanaman PG Tjoekir kepada ARTI.
Menempuh studi selama 5 tahun (1982-1985) di Fakultas Pertanian Universitas 11 Maret Surakarta tersebut, seolah cukup dijadikan modal untuk mengembangkan pertanian tebu milik orang tuanya yang saat itu dipercayakan kepada dirinya. Disitulah, teori yang didapatnya dibangku kuliah, diejawantahkan secara riil di lapangan. Alhasil, melalui racikannya, perkebunan tebu yang ia kelola mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Perannya sebagai petani tebu di sawah tidak berlangung lama. Pasalnya, tahun 1989, Bambang Supriyanto masuk dan menjadi pegawai PTP, dengan karir awal menjadi PTRI di PG Mojopanggoong. "Sawah masih tetap dikerjakan bersama dengan saudara-saudara. Dan saat ini dikelola keponakan atau generasi ketiga H Karmidjan," papar anak bungsu dari 6 bersaudara ini.
Dua tahun kemudian, yakni tahun 1991, ia diangkat menjadi SKW di PG tersebut, dengan masa yang cukup lama, yakni hingga tahun 2004. Di posisi SKW itu, Bambang Supriyanto, mengenal begitu banyak seluk beluk pabrik gula dan petani sebagai pemasok tebu yang berada di wilayahnya.
"Setidaknya hubungan antara petani dan PG harus terus dijaga, demi kesinambungan industri. Pabrik membutuhkan petani, petani juga membutuhkan pabrik. Tapi pejabat pabrik selalu berganti. Karenanya, yang perlu digaris bawahi adalah hubungan dan tata caranya yang harus dijaga," ujarnya.
Dari etos kerjanya yang terbilang tinggi, rotasi jabatan juga dialami Bambang Supriyanto, setelah ia lulus dari studi pascasarjana (S2) bidang studi managemen pada tahun 2003 di Uniska. Tahun 2005, ia menjabat SKK Rayon di PG Toelangan. Kepala Quality Control di PG Lestari selama 6 bulan (Februari hingga Agustus 2011). Hingga ia berlabuh menjabat Kepala Tanaman di PG Tjoekir.
Pria berusia 47 tahun ini memaparkan, program awal sejak jabatan ini disandangnya adalah melakukan intensifikasi tanaman, dan mengembangkan luas areal tebu. "Tanaman petani, sebagian besar adalah tebu keprasan. Bisa mencapai 80% dari tanaman tebu di wilayah PG Tjoekir. Tanaman keprasan tersebut selama ini belum dikerjakan dengan baik dan benar, seperti tidak adanya pedot oyot, sulaman tidak lengkap dan pupuknya dengan tetes. Ini yang harus dibenahi terlebih dulu. Disamping itu, tanaman yang harus ditanam petani harus menggunakan varietas unggul. Jika panennya nanti memuaskan, kan yang untung juga petani," ujarnya.
Untuk mendukung program swasembada gula 2014, ia bertekad, sesegera mungkin melakukan perluasan areal tanaman. "Untuk pengembangan luas areal tanam, harus secepatnya. Tidak perlu menunggu dan menunggu. Ini juga menjadi program kami yang mendesak," jawabnya. (lex/rief)
Post a Comment