![]() |
DARI KIRI: H Achmad Hasan, H Tamat, H Subiyono, M Asobah SH |
Prediksi potensi rendemen sebesar 8,5 % itu tampaknya meleset dan jauh dari harapan petani. Potensi rendemen saat ini cenderung menurun, dan petani kesulitan melakukan tebang angkut akibat kondisi cuaca cukup ekstrim ditandai dengan curah hujan yang cukup tinggi. Ditambah biaya tebang angkut yang semakin mahal akibat efek domino dari kenaikan harga BBM.
Lantas, dengan kondisi demikian, bagaimana PG Tjoekir menyikapi persoalan kecenderungan petani yang merugi ini? Adakah win-win solution dari PG Tjoekir sebagai bentuk empati kepada nasib berkurangnya pendapatan petani ?
Pada dasarnya, rendemen (kadar kandungan dalam batang tebu) sangat menentukan nasib petani. Jika rendemen yang dinyatakan dalam persen oleh pabrik gula (PG) adalah kecil, maka kecil pula pendapatan petani, demikian juga sebaliknya. Bila dikatakan rendemen tebu 10 %, artinya bahwa dari 1 kwintal tebu yang digiling di PG, akan diperoleh gula sebanyak 10 kg.
Wakil Ketua KPTR Arta Rosan Tijari, H Achmad Hasan, mengatakan, iklim atau cuaca yang cenderung ekstrem dalam beberapa pekan terakhir, membuat rendemen cenderung turun. Kondisi cuaca itu juga menganggu proses panen atau penebangan tebu di lahan dan proses pengangkutannya ke pabrik. Akibatnya, biaya operasional membengkak, dan mempengaruhi keuntungan petani tebu.
Awalnya, lanjut H Achmad Hasan, petani dan pihak PG Tjoekir sama-sama yakin potensi rendemen 8,5 % bakal terpenuhi. Dengan kondisi yang tidak berpihak kepada petani inilah, PG Tjoekir setidaknya memberi jaminan rendemen minimum kepada petani, sebagai upaya meringankan beban petani yang resah akibat naiknya harga dan kondisi cuaca. "Jika jaminan rendemen minimum itu tidak dilakukan, bisa dikatakan managemen PG masih setengah hati dalam memperhatikan nasib petani tebu. Dimana PG hanya mengedepankan keuntungan di pihaknya sendiri, dan tidak mengedepankan peningkatan pendapatan petani. Selain itu, kecenderungan petani beralih untuk giling ke PG lain cukup besar, karena mereka butuh jaminan rendemen itu," tegas H Achmad Hasan.
Terkait persoalan ini, Wakil Ketua APTR Nira Sejahtera, Wilker PG Tjoekir, H Subiyono, mengatakan, pemberian jaminan rendemen kepada petani seyogyanya diberikan oleh pihak PG Tjoekir, demi memperkuat ghiroh petani dalam mengembangkan budidaya tebu. "Selama ini, pihak PG Tjoekir belum memberi patokan jaminan rendemen tersebut. Alhasil, petani banyak mengalihkan tebunya untuk digiling di pabrik gula lain yang sudah memberi jaminan, seperti PG Lestari yang dibeli dengan harga Rp 54 ribu hingga Rp 55 ribu. Lantas PG Mrican, PG Pesantren Baru yang kabarnya mematok rendemen 7,80 %," paparnya.
Senada dengan H Subiyono. M Asobah SH, salah seorang pengurus APTR Nira Sejahtera berpendapat, jika ingin target giling PG Tjoekir di masa giling tahun ini terpenuhi, sudah semestinya pihak PG memberi win-win solution kepada petani tebu di wilayahnya memberi jaminan rendemen. "Tentu, petani tetap menginginkan jaminan rendemen itu, karena petani ingin budidaya tebunya berkembang. Jika niatan petani ini tidak diimbangi oleh PG Tjoekir, tentu petani mengalihkan tebunya untuk digiling ke PG lain," ujar M Asobah SH.
Sekretaris KPTR Arta Rosan Tijari, Alexander Fahd mengatakan, untuk menjawab kegelisahan petani atas cuaca tak menentu dan sulitnya petani melakukan tebang angkut, pihak PG Tjoekir seyogyanya memberi jaminan rendemen. "Agaknya tidak berlebihan jika PG Tjoekir memberi jaminan rendemen pada saat ini, kendati tidak sebesar atau sama dengan harapan petani. Karena kondisi petani kini serba sulit dan kualitas tebu memang tidak baik akibat pengaruh cuaca tak menentu ini. Ketika nanti cuaca dan kondisinya mendukung, bolehlah jika PG Tjoekir kembali memberlakukan rendemen sesuai dengan potensi tebunya," jelasnya.
Di tempat terpisah, H Tamat, Ketua APTR Bangkit Mulya Jaya, Wilker PG Djombang Baru mengatakan, PG Djombang Baru sudah memberi jaminan rendemen 7,5 %. Ini dibuktikan dengan dipisahnya PBHE periode ini menjadi dua model, yaitu PBHE periode I tanggal 26 Mei - 9 Juni 2013 belum diberlakukan jaminan rendemen 7,5 % itu, dan PBHE periode I tanggal 10 - 15 Juni 2013 yang diberikan jaminan rendemen sebesar 7,5 %.
"Jaminan minimum rendemen itu diberlakukan sebagai bentuk empati PG Djombang Baru kepada petani ditengah cuaca ekstrim beberapa hari terakhir yang menyebabkan sulitnya tebang angkut dan potensi rendemen cenderung turun," terangnya.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun ArtiNews, kondisi ini juga menyebabkan persaingan antar PG. Mereka tidak ingin kehabisan stok tebu karena pengaruh cuaca yang menyebabkan petani sulit melakukan tebang angkut. Pada akhirnya, mereka pun menawarkan diri agar tebu petani dimanapun agar digiling di PG-nya. Bahkan, ada PG -diluar PTPN X- yang berani memberi fasilitas angkut yang dipusatkan di tempat tertentu di wilayah PG Tjoekir dengan cara oper muatan dan biayanya ditanggung oleh pihak PG tersebut.
Terkait persoalan ini, pihak PG Tjoekir melalui Bagian Quality Control (QC), hingga berita ini diturunkan belum bisa ditemui. Saat dihubungi via ponsel, pihaknya mengaku sedang rapat. Dan dihubungi via SMS (short message service) untuk bertemu, tidak dibalas. [rief]
Post a Comment